Aqilla.
🌼
🌼
Pukul 1 siang, Jayden sudah tiba di kafe sederhana yang dikirim oleh Shella tadi pagi. Setibanya di sana, ia sudah melihat wanita 25 tahun itu duduk di salah satu meja kosong.
Ketika kedua mata mereka bertemu, Shella tersenyum manis dan menyapa Jayden dengan begitu ramah. Ah, pantas saja Aqilla akrab, Kak Shella seramah ini. Pikir Jayden.
Laki-laki itu pun akhirnya duduk di hadapan Shella, berkenalan secara resmi sekali lagi sebelum akhirnya membahas Aqilla.
Aqilla, gadis yang belum genap 17 tahun itu adalah salah satu pasien dr. Raina, psikiater unggulan di RS Permata, milik Jeremy, kakek dari Jayden.
Sudah hampir 2 tahun ini gadis itu masih rutin kontrol ke sana karena masalah mental yang diderita. Ah, sebenarnya bukan mental yang seperti itu, hanya saja menurut Shella, gadis yang ia kenal selama 5 tahun itu berbeda dengan yang lainnya.
Pertama kenal dengan Aqilla 5 tahun lalu, ketika ia dan anak-anak Panti milik sang nenek tengah berlibur ke suatu daerah di Bandung. Ia melihat Aqilla duduk sendirian di sebuah bangku, namun matanya menatap nanar ke arah anak-anak panti.
Shella pikir, Aqilla hanya penduduk, rupanya ia juga pengunjung. Hanya saja, Aqilla tidak diajak bermain dengan Tasya yang saat itu bermain dengan rekannya yang juga diajak bertamasya.
Aqilla akhirnya dihampiri Shella dan beberapa anak panti, mereka mengajak gadis itu bermain sampai ia dipanggil oleh bagian informasi karena dikira hilang. Sebelum berpisah, Aqilla ditinggalkan kartu milik Panti oleh Shella.
Sejak itu, Aqilla suka main ke Panti walau jaraknya cukup jauh dari rumah. Sekitar 1,5 jam menaiki bus Kota.
Di tahun kedua Shella mengenal Aqilla, barulah ia melihat gelagat aneh dari gadis itu. Tepatnya ketika Aqilla hampir jadi korban penculikan jika saat itu Shella tidak bergerak cepat.
Saat itu Aqilla berusia 14 tahun, ia dihampiri sepasang suami-istri, ditanyai nama, umur, nama orangtua dan banyak. Dengan mudahnya Aqilla menyebutkan hingga drama terjadi. Shella dan orang itu berebut, memutarbalikkan fakta.
Ketika ditanya kenapa Aqilla percaya dengan orang itu, ia mengatakan bahwa 'mereka orang baik'.
Di usia Aqilla yang ke-15, Shella akhirnya memberanikan diri untuk membawa gadis itu ke psikiater. Cukup mahal memang, tapi itu satu-satunya cara agar Aqilla bisa terbuka dan ia tahu permasalahan gadis itu.
2 pertemuan, Aqilla tidak bicara apapun. Dia takut. Dia tidak takut dengan orang asing di luar sana, tapi dia takut dengan dokter atau orang-orang berjas lainnya.
Di pertemuan ke-3, barulah gadis itu mau bicara walau harus melakukan hipnotis untuk relaksasi.
Cerita pertama yang keluar dari mulut Aqilla ketika ditanya ia kenapa cukup membuat Shella terkejut.
“Kata Om sama Tante, itu bentuk dari rasa sayang dan peduli mereka ke Aqilla. Mereka mau Aqilla jadi anak yang dewasa dan mandiri. Jadi, Aqilla harus nurut dan ngga boleh ngeluh.” Ujar gadis 15 tahun itu.
Dan akhirnya ia tahu, bahwa perlakuan dan penanaman pikiran yang salah dilakukan oleh Om dan Tante Aqilla.
Aqilla bilang, di rumah ia selalu membantu Om dan Tantenya bersih-bersih rumah, mencuci, setrika, bahkan memasak. Tak jarang juga Aqilla dimarahi dan dibentak oleh orang rumah.
Bahkan itu sudah ia lakukan sejak kecil. Aqilla juga mengaku bahwa tidak ada pendidikan lagi yang dipelajari selain ketika di sekolah.
Ia mengerjakan PR dan semua tugas sekolahnya sendiri. Ketika ia kesulitan pun, bukan dibantu justru dipaksa untuk mengurusnya sendiri.
Tidak ada yang membantu Aqilla karena keluarga yang gadis itu miliki hanya Om dan Tantenya ituㅡsebagai keluarga terdekat.
Dan ketika Aqilla ditanya kenapa tidak melawan atau menceritakan hal ini pada orang lain sejak dulu, jawabannya membuat Shella semakin merasa terkejut.
Ia takut dipukul. Karena saat kecil, ia pernah dipuk hingga terluka. Maka dari itu ia hanya diam dan menyimpan rapat sendirian.
Menurut dr. Raina sendiri pun, alasan kenapa Aqilla 'kekanakkan' dan nampak terlalu ceria, karena gadis itu dipaksa untuk menutup semua masalahnya. Semua hanya topeng belaka.
Tapi pada akhirnya, Aqilla tidak menyadari bahwa ia masih menggunakan topeng, sehingga pola pikirnya berubah terhadap mereka yang menyakitinya.
Makanya, Aqilla selalu menganggap Tasya dan kedua orangtuanya baik, karena yang ada dalam pikirannya, mereka adalah orang yang sudah sangat membantu Aqilla sejak ditinggal orangtuanya.
Aqilla menanamkan pada otaknya bahwa mereka adalah orang baik, semua perlakuan dan kata-kata yang dia terima adalah bentuk kasih sayang dan perhatian, dan juga menimbulkan rasa di mana jika tidak ada mereka, ia tidak bisa sampai di hari ini.
Padahal, otak dan pikirannya sudah dimanipulasi sejak usia dini.
.
.
.
@makaroon99