Fey and Hegar
Siang ini Fey benar-benar pergi untuk menemui Hegar. Keduanya janjian di sebuah tempat yang cukup jauh dari kerumunan dan hiruk-pikuk Kota.
Memang keduanya tidak terlalu menyukai trmpat rakai, karena menurut mereka hal itu sedikit mengganggu privasi masing-masing.
Kini keduanya sudah duduk berhadapan. Hegar memasang wajahnya yang seperti biasa, dingin dan datar. Sementara Fey justru memasang wajah polos seakan tanpa dosa.
“Kayaknya semakin lama semakin lengket, ya, sama Anna?” buka Fey lalu menyedot minumannya.
Hegar menatap Fey, lalu tersenyum sinis ke arah gadis itu, “Sama kayak lo ke Varo, bukan?”
Fey mengangkat kedua alisnya dan meletakkan kedua sikutnya ke atas meja, sementara badannya ia condongkan ke arah laki-laki di hadapannya itu.
“Bener kata lo, Varo itu cowok lemah, dia gampang banget dilobi.” Ucap Fey.
Hegar masih diam tidak menjawab.
“Sama kayak lo, ganteng-ganteng gampang disetir. Tapi lebih gampang Varo sih, soalnya dia punya sisi ngga enakkan yang tinggi. Kayaknya kalau gue tembak dia, bakal diiyain deh.”
“Jangan terlalu berharap,” akhirnya Hegar merespon.
“Why? Soal Anna, ya? Haha, harusnya kita kerjasama aja ngga sih untuk hal ini?”
Hegar mengeryit.
“Gue tau kok lo jatuh hati sama dia. Dan gue juga tau kalau dia suka sama Varo, makanya gue deketin Varo dan biarin perasaan ini jatuh ke dia.”
“Lo emang paling seneng merusak perasaan orang, ya?” sinis Hegar.
“Gue ngga merusak, gue hanya melakukan apa yang gue mau, Hegar.”
“Anna udah anggap lo teman baiknya, tapi ini balasan lo?”
“Hahaha,” Tawa Fey sambil menyandarkan punggungnya di kursi, “...gue ngga peduli sih. Main-main sama dia dan Varo itu seru. Gue ngga nyangka mereka mudah dibegoin.”
Hegar tersenyum sambil menatap Fey yang tengah menikmati minumannya lagi, “Tapi lo tau ngga sih kalau di sini yang paling bego itu siapa?”
Fey hanya mengangkat kedua alisnya seakan bertanya “kenapa?”
“Lo.” Ucap Hegar.
Kini kedua alis itu menurut dan hampir saling bertautan, “Gue?”
“Dendam ngga akan merubah apapun, Fey.”
Punggung Fey kembali menjauh dari sandaran kursi, “Maksud lo?”
“Lo pikir selama ini gue ngga tau apa tujuan lo hancurin hidup gue? Semua karena dendam nyokap lo, 'kan?”
”...”
“Sadar, Fey, lo hanya dibegoin nyokap lo sendiri.”
“Haha, kalau lo cuma sok tau mending diem.” Balas Fey.
“Sayangnya gue jauh lebih tau daripada lo.” Hegar bersandar pada kursi dan melipat kedua tangannya di dada, “Kita bukan saudara seperti yang nyokap lo kasih tau, Felicia.”
“L-lo…?”
“Lo tau kenapa nyokap lo ngga izinin lo untuk bahas tentang masa lalu ke bokap lo yang sekarang?”
“Ya karena nyokap gue ngga mau bokap gue terluka. Suami mana yang bisa sekuat dan setegar bokap gue bahkan bisa menerima istrinya lagi setelah dia diperkosa sama pria lain bahkan sampai hamil?!”
Percaya atau tidak bahwa saat ini Hegar tertawa cukup kencang. Bukan, bukan tertawa yang dibuat-buat tapi memang menurutnya itu sangat menggelitik perut hingga tawa itu sedikit sulit dikontrol.
“There was no incident my Dad raped your Mom, it was all made up by her. Lo hanya diberi cerita palsu sama nyokap lo sendiri. She's just obsessed to my dad.” Ucap Hegar santai.
“Haha, ngga bapak ngga anak sama aja. Emang dasarnya aja kalian brengsek, ngga mau tanggung jawab dengan apa yang diperbuat.” Sarkas Fey.
Hegar kembali nampak tenang, “Bahkan nyokap lo jauh lebih tidak bertanggung jawab. Hamil dengan orang lain yang sudah beristri, bahkan memperdaya si pria sampai harus meninggalkan istrinya di rumah.”
”...”
“Ngga heran sih kalau sifat obsesinya nurun ke anak semata wayangnya.” Kekeh Hegar.
“Lo keterlaluan, Hegar.”
“I'm not.” Respon Hegar, “Kalau lo ngga percaya, silakan tanya ke nyokap lo tentang apa yang gue bicarain barusan. Apa mau langsung tes DNA sama gue biar tau kita beneran saudara atau bukan? Atau langsung sama bokap gue biar lebih akurat, hm? Oh, ngga usah susah-susah sih, lo langsung tanya aja ke bokap lo tentang masa lalu itu. Gue yakin dia mau jawab kalau lo yang bertanya langsung.” Senyum Hegar diakhir kalimat.
Fey mengepalkan tangannya, kemudian ia berdiri dari tempatnya. Setelah beberapa detik, ia kemudian pergi dari tempat itu, meninggalkan Hegar yang masih betah tersenyum.
@makaroon99