Fey and Her Story
Merasa ada yang ganjil ketika Fey menghubunginya tadi, Anna dengan cepat langsung menelepon gadis itu balik. Ia ingin memastikan apa yang tadi Fey bicarakan tidak salah.
Cukup lama ia menunggu, akhirnya ia mendapat jawaban dari Fey. Dengan cepat, Anna langsung memesan ojek online untuk pergi ke rumah sakit di mana Fey dan Varo dibawa.
30 menit kemudian, Anna sampai di rumah sakit. Varo masih di dalam UGD, baru selesai diberi penanganan pertama, sementara Fey sudah lebih dulu boleh keluar karena luka yang ia dapat hanya luka kecil akibat jatuh dari motor.
Anna menangis begitu melihat wajah tampan Varo yang sudah tidak nampak. Hidung dan tulang rahangnya terbungkus perban putih, luka di pelipis dan robek di bagian bibir, serta tangan yang di gips. Luka yang didapat Varo cukup parah mengingat 2 orang tadi menghajarnya tanpa ampun.
Sakit sekali hati Anna melihat Varo seperti ini. Rasanya ia ingin marah, tapi tidak tahu harus marah pada siapa. Jika saja pelaku yang menghajar Varo ada di hadapannya sekarang, mungkin sudah ia lempar wajah orang itu dengan pot keramik.
“Anna?”
Gadis itu menoleh ketika seseorang memanggilnya, “Om Jeffan?”
“Gimana Varo?” beliau adalah Ayah Varo.
Anna hanya melirik Varo yang masih belum sadarkan diri, Ayah Varo menepuk-nepuk pundak Anna. Kemudian ia mendekati sang anak dan mengusap lembut kepala Varo. Anna sendiri kemudian pamit keluar untuk menemui Fey.
Perempuan itu masih menangis walau sudah tidak ada lagi air mata yang keluar. Yang dapat Anna lihat, Fey masih terlihat syok. Ia pun duduk di sebelah Fey dan menyentuh pundak temannya itu.
“Fey?” panggilnya pelan.
“Anna, maaf.” Lirih Fey.
“...” Sejujurnya Anna bukanlah orang yang pandai menenangkan seseorang yang menangis.
“Harusnya tadi gue sama Varo langsung pulang, harusnya tadi kami ngga perlu mampir, jadi... jadi Varo ngga celaka.” Isak Fey.
“Lo udah minum?” Anna mengalihkan pembicaraan sejenak.
Fey menggeleng, Anna kemudian beranjak untuk membeli minum yang ada di vending machine di lobby rumah sakit.
Sebelum ia kembali setelah mendapatkan sebotol air mineral, ia membuka ponselnya. Ia bertukar pesan dengan seseorang. Tidak lama, hanya sekitar 2 menit, lalu ia masukkan kembali ponselnya ke dalam tas dan kembali menemui Fey.
“Minum dulu,” Anna memberikan sebotol air itu pada Fey. Gadis itu pun langsung meminumnya hingga tersisa setengah.
Untuk beberapa saat, keduanya saling terdiam. Tidak ada hal yang ingin Anna tanyakan atau bicarakan, karena fokusnya saat ini hanya Varo yang masih terbaring lemah tak sadarkan diri di dalam.
“Ann?” panggil Fey.
Gadis manis itu menoleh, “Iya?”
“Maaf kalau selama ini gue udah bohong,”
Anna mengeryitkan keningnya sambil menatap Fey yang menunduk.
“S-sebenernya gue sama Hegar ngga pacaran,”
“H-hah?”
“Gue sama Hegar itu sebenarnya saudara satu Ayah.”
“M-maksudnya, kalian adik-kakak?”
Fey mengangguk, “Tapi Hegar ngga pernah mau mengakui itu.”
“...” Anna terdiam, ia berusaha untuk mendengarkan cerita Fey.
“Waktu Mama masih muda, Mama dideketin sama Papanya Hegar, padahal waktu itu posisinya mereka udah sama-sama menikah. Sampai suatu hari, Papa Hegar raped my Mom, Ann.” Fey meremat ujung cardigan yang ia kenakan, lalu kembali menceritakan apa yang ia tahu dari sang Mama.
Tentang Papa Hegar yang tidak mau bertanggung jawab sama sekali, memutus seluruh kontak keduanya yang ada. Tidak hanya itu, Papa Hegar yang merupakan seorang pengusaha juga sempat menjatuhkan perusahaan orangtuanya.
Hal itu juga hampir membuat Mama dan Papa Fey bercerai karena dorongan orangtua yang tidak setuju atas kehamilan Mamanya oleh pria lain. Tapi, Papa Fey yang menyayangi Mama, berusaha mempertahankan pernikahan itu.
“Dan gue ngga tau kalau Hegar ternyata terobsesi sama gue dan dia ngga mau anggap gue saudaranya, dia selalu bilang kalau kami pacaran, maka dari itu terjadilah hubungan toxic ini, Ann. Dan dia ngga izinin gue untuk bilang fakta ini ke siapapun.” Tambah Fey sambil menangis.
Bagaimana reaksi Anna? Tentu sangat terkejut. Mengetahui Fey dan Hegar adik-kakak saja sudah membuat otaknya tidak berfungsi dengan baik, ditambah masa lalu yang dialami Mama Fey.
Namun Anna tidak langsung menelan semuanya mentah-mentah. Sekelibat pernyataan Hegar yang mengatakan bahwa ia dan Fey tidak berpacaran, terlintas di kepalanya. Bahkan belum ada seminggu Hegar mengatakannya.
“Tapi, Fey—”
“Felicia!”
“Papa!!”
Belum sempat Anna bertanya, Papa Fey datang. Fey pun langsung berlari dan berhambur ke dalam pelukan sang Papa, sementara Anna hanya bisa berdiri dan memperhatikan interaksi sepasang Ayah dan anak itu. Hingga tatapannya bertemu langsung dengan Papa Fey, sontak Anna membungkukkan punggungnya sedikit.
Tidak berlama-lama, Fey dan Papanya pamit pulang. Namun sebelumnya, Fey berbisik pada Anna,
“Hati-hati dengan segala ucapan Hegar, Ann.”
@makaroon99