Fey and Varo

Di perjalanan menuju rumah Fey, Varo hanya diam sambil berkonsenterasi mengendarai motornya. Padahal beberapa kali ia dengar kalau Fey berbicara.

“Boleh ngga, Varo?”

Varo menghentikan sepeda motornya ketika berada di lampu merah, ia menoleh sedikit ke belakang, “Kenapa, Fey? Ngga kedengeran, knalpot gue berisik.”

Fey mendekatkan wajahnya ke telinga Varo, “Mau jajan dulu, gue laper. Tadi belum sempat makan di rumah Anna.”

“Tapi 'kan kita harus langsung pulang?”

“Kalau langsung pulang pun, khawatir Hegar ternyata ke rumah gue setelah dari rumah Anna.”

Varo terdiam. Dua rekannya bilang, ia harus segera pulang setelah mengantar Fey, tanpa mampir dulu. Tapi situasi kali ini sangat menjebak. Ia semakin kepikiran dengan pesan Hegar semalam.

Namun, belum sempat ia mengiyakan ajakan Fey, lampu sudah berubah jadi hijau. Varo pun dengan segera menarik gas dan melajukan motornya.


Rupanya, Varo memang tidak setega itu untuk mengatakan 'tidak' pada seseorang, apalagi seorang perempuan, termasuk Fey.

Saat ini ia dan gadis itu sudah berada di sebuah kafe, memesan minum dan makanan ringan untuk mengganjal perut. Karena ia tidak membawa cukup uang, akhirnya Fey yang membayar semuanya.

“Kenapa hpnya diliatin terus?” tanya Varo ketika Fey berulang kali mengecek ponselnya.

“Huh? I-ini Hegar spam gue terus. Gue jadi ngga tenang,” jawab Fey.

“Coba mana?” Varo hendak mengambil ponsel Fey, namun ditahan sang pemiliknya, “Kenapa?”

“Gue matiin aja, ya?” kemudian gadis itu mematikan ponselnya. Sepertinya.

Varo hanya mengangguk dan kemudian menghabiskan makanannya. Sebenarnya ia ingin cepat-cepat selesai, tapi tidak enak mengatakan hal itu pada Fey.

Sampai sebuah panggilan masuk muncul di ponsel Varo. Dengan cepat ia mengangkatnya.

“Halo, Ann?”

”...”

“Belum, gue lagi mampir ke kafe sebentar, kasian Fey belum makan.”

”...”

“Hahaha, iya iya, tenang aja. Lo juga hati-hati di rumah, ya, Ann.”

”...”

“Siap. Nanti gue balik ke rumah lo lagi aja deh, ya?”

”...”

“Oke, dah.”

Varo meletakkan ponselnya kembali di atas meja.

“Anna, ya?” tanya Fey.

Laki-laki itu mengangguk.

“Dia keliatan khawatir banget, ya, sama lo?”

“Anna emang gitu.”

“Apa jangan-jangan dia suka sama lo?”

Varo menatap Fey sekilas lalu terkekeh, “Kayaknya dia naksir cowok lain sih bukan gue.”

Fey mengangguk kecil, “Kalau misal gue suka sama lo gimana?” tanyanya.

Kini Varo terdiam, “Y-ya?”

Gadis itu nampak menghela napas, “Gue selalu merasa aman dan nyaman setiap lagi sama lo. Gue suka sama lo, Varo.”

”...” Varo semakin terdiam.

“Kalau lo gimana?”

Seketika lidah Varo kelu, pertanyaan ini sangat valid dengan pembahasan Hegar semalam. Jadi bagaimana ia harus menjawabnya?

Kalau memang ucapan Hegar benar, maka ia akan dalam bahaya jika berkata jujur pada Fey. Tapi jika dia bohong, yang rugipun dia sendiri serta rasanya seperti memberi harapan pada Fey.

“Varo? Gue nanya, lho.” Fey menyadarkan lamunan Varo.

“Eung.. y-ya?”

“Kayaknya lo ngga tertarik sama gue, ya? Hmm, iya gue tau kok, lo sukanya sama Anna, 'kan? Emang sih Anna cantik, dia baik juga, siapa pula yang ngga suka sama dia. Bahkan Hegar juga langsung kepincut sama dia.” Fey menunduk.

“Fey, sorry.”

Kemudian Fey kembali menatap Varo dan tersenyum, “Ngga apa-apa kok. Wajar lo suka sama dia, kan kalian udah temenan lama. Iya, 'kan?”

Tanpa Varo sadari, ia menganggukkan kepalanya. Ia sedikit tidak enak dengan Fey yang terlihat kecewa itu.

Beberapa saat kemudian, keduanya sibuk masing-masing. Varo dengan ponselnya dan Fey dengan miliknya yang baru dinyalakan kembali.

Dan sekali lagi, Varo mendapat panggilan masuk. Ia mengeryit setelah membaca namanya, “Hegar?”

Sontak Fey langsung mengalihkan atensinya. Dilihatnya Varo mengangkat telepon dari Hegar.

“Halo?” sapa Varo pelan.

”...”

“G-gimana, Gar?”

Dengan cepat Fey menarik ponsel Varo dan mengambil alih panggilan itu, “Gar, lo mau ngapain lagi sih? Udah cukup lo spam ke gue, apa harus ganggu Varo juga?” omelnya.

“Balikin hpnya sekarang ke Varo, Felicia!”

“Mau lo tuh apa sih, Gar? Apa gue kurang jelas kasih taunya, gue capek, Hegar. Tolong jangan ganggu gue.”

“Brengsek! Gue ngga butuh bicara sama lo!”

“Udah, ya, Hegar. Tolong jangan libatkan Varo juga.”

“Sialㅡ”

Belum Hegar di seberang sana selesai bicara, panggilan sudah dimatikan oleh Fey. Dengan segera Fey mengembalikan ponsel Varo.

“Maaf, ya, Varo.” Ucapnya.

Varo hanya melirik Fey dan ponselnya secara bergantian. Tidak lama kemudian keduanya memutuskan untuk meninggalkan kafe itu.

Dalam perjalanan ke rumah Fey, ada perasaan tidak enak yang menyelimuti Varo. Ia merasa ada yang mengikutinya di belakang. Tapi, ia harus tetap fokus pada jalanan agar bisa sampai dengan selamat.

Namun, belum sampai tujuan, seseorang memepet motornya dan menendangnya. Motor itu oleng dan membuat mereka terjatuh.

“Fey?!” Varo yang jatuh langsung bangkit menghampiri Fey, memastikan jika Fey sadar alias tidak pingsan akibat jatuh dan terseret barusan.

Sret

“Anjing! Lo pada ngapain?” teriak Varo ketika jaketnya ditarik ke belakang hingga ia tercekik.

“Lo brengsek! Ngga ngerti kalau dibilangin? JANGAN JALAN SAMA CEWEK ORANG!!”

Setelah itu pukulan demi pukulan Varo dapatkan dari 2 orang itu sampai ia yang sebelumnya sudah terluka akibat jatuh, semakin tidak bisa melawan.

Fey yang melihat itu berusaha melerai, tapi apa daya ia hanya seorang perempuan yang tidak memiliki cukup tenaga untuk melawan 2 laki-laki sekaligus. Belum lagi jalanan yang tidak terlalu ramai, sehingga membuat para pengendara lewat begitu kencang.

Gadis itu kemudian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang,

“Papa!! Papa tolongin Fey, Pa!! Varo dipukulin orang, Pa papa tolongin Fey!!” Begitulah sekiranya yang Fey ucap dengan nada paniknya.

Sampai beberapa saat kemudian beberapa orang datang membantunya. Namun 2 orang yang memukuli Varo pergi begitu saja tanpa jejak.


@makaroon99