Kacau.

Kia terduduk lemas di sebuah taman tidak jauh dari tempat ia bertemu Mario tadi. Sepi, dan jarang mahasiswa yang lewat. Ia menangis.

Ini adalah pertama kalinya Kia menangisi Rey setelah mereka berpisah waktu di Bandara lebih dari setahun yang lalu. Atau tepatnya, pertama kali ia menangis karena sakit hati.

Ia menunduk dalam, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan yang ia topangkan pada kedua lututnya. Menangis sesegukkan melepas sesak.

“Kak Azkia?”

Gadis itu tidak menggubris panggilan itu. Ia tetap tertunduk dan menangis. Tidak berniat mengangkat kepalanya sedikitpun.

“Kak Azkia, ini Zidan.”

Masih sama, Kia tidak sedikitpun bergerak. Ia masih terus menangis. Sampai ia merasakan sebuah tangan menyentuh pundaknya, mengusapnya perlahan dan sangat lembut.

“Kak Azkia, tarik napas, yuk? Pelan-pelan biar lega.” Ucap Zidan lagi, “Jangan nangis di sini, apalagi kakak sendirian.”

Kepala Kia perlahan terangkat. Ia mengintip Zidan yang ada di hadapannya, menatapnya dengan raut wajah khawatir.

“Z-Zidan?” gumam Kia.

“Iya, ini Zidan, Kak.”

Kepala Kia semakin terangkat, bibirnya kembali bergetar dan matanya juga mengeluarkan air kembali. Tangis Kia semakin kejar melihat ada orang di depannya.

Zidan bingung, tak tahu apa yang harus ia lakukan jika ada seseorang yang menangis, apalagi perempuan. Selain mengusap pundak, Zidan tidak berani melakukan apa-apa lagi. Hubungan mereka hanya sebatas adik dan kakak tingkat saja.

Sampai akhirnya, seseorang menarik Zidan hingga laki-laki itu terduduk di antara dedaunan kering yang berjatuhan.

“Lo ngapain temen gue, anjir?!” bentak orang itu, “Lo ngapain dia sampai nangis begini??”

Sementara seorang lagi mendekati Kia, “Ki? Lo ngga apa-apa? Lo ngga diapa-apain sama Zidan, 'kan?”

Kia menatap orang yang ada di hadapannya, ia menggeleng, “Nopal… Rey…” kemudian ia kembali menangis kencang.

Guna meredam suara tangis Kia, Naufal menarik gadis itu ke dalam dekapannya. Ia membiarkan Kia menangis, menumpahkan seluruh air matanya dalam dekapannya itu.

Sementara orang yang menarik Zidan, Javier, menatap pemuda itu tidak suka. Zidan sendiri kemudian berdiri sambil menebah debu di celananya.

“Bang, maaf, saya juga baru datang. Saya ke sini Kak Azkia udah nangis kayak gitu. Demi Tuhan saya ngga tau apa-apa.” Ucap Zidan.

Naufal yang mendengar itu, melirik Javier. Ia menunjuk ponsel Kia yang tergeletak di bawah, lalu Javier mengambilnya dan membukanya. Kebetulan ia tahu pin ponsel Kia, bahkan satu circle nya pun tahu. Tanggal lahir Rey. 2303.

“Brengsek!” Maki Javier tiba-tiba.

Mata Naufal dan Zidan beralih ke arah Javier, lalu laki-laki berkulit sangat putih itu menunjukkan roomchat bersama rey.

“Anjing!” Tidak, Naufal hanya mengumpat dalam hati.

Kemudian ia menjauhkan kepala Kia dari dadanya, ia mengusap air mata gadis itu dan menatapnya.

“Kia, lo tenang dulu, ya?” ucap Naufal.

“Gue ngga pernah putus sama Rey, Nopal. Hiks… g-gue ngga pernah putus.” Ucap Kia.

“Iya, gue tau, Kia.”

“T-Tapi Rey...ㅡ”

“Ini biar gue sama Japi aja yang urus, oke?”

“Jangan bilang sama Abang.”

Naufal menatap Javier, “Iya, kita ngga bakal kasih tau Sadam. Percayain sama kita.” Itu Javier yang menjawab.

“Sekarang cuci muka lo dulu, ya? Lo ditungguin sama Sadam buat makan.” Ujar Naufal.

Kia menggeleng, “Ngga mau ketemu Abang.”

“Tapi dia nungguin lo,“ 

“Terus liat gue abis nangis? Nanti dia marah, Japi.” Kata Kia, kukuh tidak mau bertemu Sadam.

“Ya udah, nanti lo makan di tempat lain aja. Nanti kita bilang ke Sadam kalau lo ngga bisa gabung.” Final Naufal, lalu Kia mengangguk.

“Abang ke Bang Sadam aja, Kak Azkia biar saya yang anter ke toilet.” Usul Zidan dengan sedikit takut.

Javier dan Naufal jelas mengeryit, belum begitu mempercayai Zidan yang memang tidak mereka kenal baik.

“Iya, gue sama Zidan aja. Ngga apa-apa.” Ucap Kia sambil berdiri.

“Serius?” tanya Naufal dan Javier kompak.

Kia kembali menganggukkan kepalanya, kemudian ia mengajak Zidan pergi dari sana. Tidak lupa ia memakai masker yang disimpan di dalam saku jaket  almamaternya, untuk menutupi wajahnya yang bengkak.

Kini tinggal lah Naufal dan Javier, yang sedikit ragu untuk meninggalkan tempat itu sebelum Kia benar-benar masuk ke toilet yang tidak jauh dari sana.

“Kia sama Zidan ngga apa-apa?” tanya Javier khawatir.

“Ngga apa-apa. Lo tau sendiri ceritanya Zidan dari Sadam waktu itu, 'kan?”

Javier menghela napas, “Tapi tetap aja.”

Naufal tidak merespon ucapan Javier. Ia kemudian mulai berjalan menjauhi tempat itu.

“Ini si Rey brengsek juga.” Kata Javier kesal.

”...”

“Pantesan dia bikin akun baru, dikunci pula. Apa biar ngga keliatan ceweknya yang di sana kalau dia punya pacar di sini? Biar bisa bebas selingkuh pasti.” terka Javier.

Naufal melirik, “Jangan mikir aneh-aneh, Jap. Siapa tau Rey ngga selingkuh.”

“Tapi kejadian yang ada, menunjukkan kalau dia selingkuh tuh ada jelas, Fal.”

“Tsk! Lo jangan bikin teori sendiri deh. Kalau beneran gimana? Lo siap liat Rey bonyok atau bahkan mati kalau Sadam tau?” tatap Naufal.

“Terus gimana? Cewek yang lo suka aja sekarang lagi patah hati, anjir!”

“Kok lo tau??”

“Tau lah, sat! Dikira cuma lo doang yang peka? Gue juga. Walau lo ngga ngomong, keliatan. Bahkan dari jaman SMA, dari lo jadi secret admirer-nya Kia. Dan akhirnya lo ngalah sama Rey. Gue juga tau kali kalau lo pernah kepergok sama Rey.”

Naufal mengeryit, bisa-bisanya Javier tahu? Bahkan perihal kepergok Rey? Saat Rey menghampirinya dan menyodorkan notes dengan tulisan tangan yang saat itu dengan mudahnya Rey bisa menebak itu tulisan tangan miliknya. Dan karena itu ia memilih merelakan Kia dengan Rey.

Dan memang benar, Javier tahu. Tapi ia lebih baik tutup mulut karena pada dasarnya dia bukan manusia bermulut ember walau tingkahnya konyol.

Sementara Sadam, apa sih yang bisa Kia sembunyikan dari kakak kembarannya itu? Apapun juga gadis itu ceritakan. Tapi Sadam pun sama dengan Javier. Lebih baik diam dan menganggap semua tidak ada alias angin berlalu.

Semua demi persahabatan mereka, agar tidak renggang apalagi sampai terpecah.

“Lo tau ngga sih, Jap, rasanya gue mau nyamperin Rey.” Ucap Naufal pelan.

Javier menoleh, “Mau ngapain?”

“Mau nonjok dia.”

“Kata lo, jangan gegabah?”

“Mau dia selingkuh atau engga, tonjokkan itu buat bayar karena dia udah bikin Kia nangis.” Jawab Naufal dingin, kemudian ia berjalan cepat.

Sementara Javier, ia mengepal tangannya. “Bisa mati lo, Rey.” Lalu pergi menyusul Naufal.

@makaroon99