Sore Itu
Radiv itu anak tunggal, sama dengan Thalia. Mereka adalah sepupu dekat, di mana Ayah Thalia merupakan adik dari Mama Radiv.
Waktu kecil, mereka tinggal di rumah yang sama, diurus oleh kakek-neneknya. Sampai Thalia usia 10 tahun dan Radiv 12 tahun, mereka berpisah rumah.
Walau demikian, hubungan keduanya masih sangat dekat. Dan dibandingkan dengan saudara sepupu, mereka terlihat seperti saudara kandung.
Sifat protektif Radiv kecil terhadap Thalia terbawa sampai sekarang. Semua yang Thalia mau, pasti ia turuti. Apa yang membuat Thalia sedih bahkan menangis, pasti ia marahi, termasuk Mama dan Ayah Thalia sendiri.
Jadi ingat waktu Thalia menangis dan mengadu pada Radiv karena harus masuk kuliah jurusan Bisnis, Radiv marah pada OmnyaㅡAyah Thaliaㅡ dan sempat membawa Thalia tidur di rumahnya selama 3 hari, alias membantu Thalia kabur dari rumah.
Radiv sesayang itu pada Thalia. Makanya, sesibuk apapun Radiv, akan mengusahakan meluangkan waktunya untuk Thalia.
“Abis ini mau ke mana?” tanya Radiv ketika melihat makanan Thalia tinggal sedikit.
“Hmm, nonton?”
Radiv mengangguk, “Boleh. No horror, ya.”
Kini Thalia yang mengangguk semangat, lalu menyelesaikan acara makan dan minumnya di kafe tersebut.
Selesainya di sana, keduanya keluar menuju mobil yang terparkir beberapa puluh meter dari kafe. Maklum, kafe itu tidak memiliki lahan parkir di depannya persis sehingga menyewa lahan lain.
Sedang berjalan melewati sebuah kafe lainnya, Thalia berhenti karena melihat sosok yang ia kenal tengah berjongkok sambil memainkan sesuatu.
Thalia jalan mendekat, “Milly?” panggilnya pelan.
Gadis kecil itu menengadah, lalu tersenyum lebar pada Thalia, “KAKAK CANTIK!!”
Senyum Thalia turut melebar melihat itu benar Milly, “Milly ngapain di sini?” tanyanya.
“Nemenin Kakak Niko,” Milly menunjuk kafe yang ada di depan mereka.
“Kak Niko lagi beli sesuatu di dalam?”
Milly menggeleng, “Kak Niko kerja, jadi Milly tunggu Kak Niko.”
Satu fakta yang Thalia baru tahu, Niko bekerja di sebuah coffee shop.
“Kak Niko pulang jam berapa? Kenapa Milly ngga tunggu di rumah aja?”
Milly menggeleng, “Nanti kalau Kak Niko selesai kerja, Kak Niko mau ajak Milly ke pasar malam. Jadinya tadi Milly dijemput ke sini.”
Ah, Thalia mengerti. Sepertinya Milly belum lama ada di sini, dan juga jam kerja Niko sebentar lagi akan selesai.
“Tha, kok masih di sini? Kirain nyasar.” Radiv yang tadi berjalan lebih dulu dan melihat tidak ada adiknya, kembali karena takut Thalia hilang.
“Eh, lupa, Kak. Hehehe.” Kekeh Thalia.
Radiv kemudian mengalihkan pandangannya pada anak kecil yang ada di depannya, ia keryitkan keningnya karena merasa aneh dan asing ditatap anak itu. Milly.
Belum mereka lanjut bicara, seseorang yang baru keluar dari coffee shop tiba-tiba menabrak Milly. Minuman yang ia bawa tumpah membasahi sedikit wajah dan baju gadis kecil itu.
“Aduh, gimana sih, anak kecil?!”
Thalia mengeryit ketika orang itu justru marah pada Milly, “Lho, mbak yang nabrak kok mbak juga yang marah?” protes Thalia sambil mengelap wajah basah Milly dengan tangannya.
“Ya ngapain anak kecil main di depan sini? Ganggu orang jalan aja.” Orang itu tidak mau kalah, “Minuman saya tumpah, ganti rugi kamu!” Cecarnya pada Milly.
“Enak aja main minta ganti rugi, situ yang salah juga.” Sewot Thalia.
“Jelas minta ganti rugi lah, kalau anak ini ngga ngalangin jalan saya, ngga akan saya tabrak dia. Ngga akan minuman saya tumpah.” Omel orang itu hingga menarik atensi beberapa orang yang ada di sana.
“Kalau anda jalan dengan benar dan ngga sibuk sama hp saat keluar tadi, ngga akan mba nabrak anak ini sampai minuman anda sendiri tumpah. Bahkan Wajah sama bajunya basah akibat kelalaian anda. Dan kalau saya bilang seharusnya anda yang ganti rugi, gimana?” Radiv yang sedari tadi diam, akhirnya bicara dengan tegas dan terkesan galak.
“Beraninya kamu sama perempuㅡ”
“Beraninya sama anak kecil!” Potong Radiv tegas.
Orang itu diam dengan wajah masamnya, dan akhirnya memilih meninggalkan tempat itu karena beberapa orang juga mulai menyalahkannya.
Thalia menghela napas, lalu sedikit menunduk, “Baju Milly basah, ganti dulu, yuk?”
Milly melirik ke dalam kafe, “Milly ngga bawa baju ganti, Kakak cantik.” sedihnya.
Gadis cantik itu mengalihkan pandangannya ke sekitar, hingga ia menemukan sebuah toko baju tidak jauh dari sana.
“Ada toko baju anak, yuk beli dan ganti di sana!” Ajak Thalia.
“Tha?” interupsi Radiv.
“Sebentar, ya, Kakak ke mobil duluan aja ngga apa-apa. Nanti kalau udah selesai, Thalia nyusul deh.” Ucapnya.
Radiv menghela napas, ia mengangguk setuju dan akhirnya berpisah dengan Thalia.
@makaroon99