Tamparan

Giantama Bros sudah berkumpul di ruang tengah. Dengan tv menyala, mereka membuka kotak pizza yang dibawa Adam dan segera menyantapnya.

Adam membawa 2 kotak dengan pinggiran keju dan 1 kotak dengan pinggiran sosis. Katanya, ia sedang ada rezeki hari ini sehingga bisa membawa makanan enak untuk adik-adiknya.

“Sa, cobain!” Naresh menyodorkan sepotong pizza keju pada Hasa.

Tentu saja Hasa menggeleng, ia menolak. Ia sungguh menghindari makanan yang mampu membuat alerginya kambuh. Ia sudah lelah tersiksa selama seminggu ini memakan makanan yang tidak seharusnya ia makan.

“Sa, ini?” kata Naresh lagi.

“Segigit aja, Sa.” Timpal Adam.

Hampir saja Hasa menggigit pizza itu, tangan Arsen dengan cepat bergerak menarik tangan Naresh agar pizza itu terarah ke mulutnya. Dengan gigitan besar, Arsen memakan pizza tersebut.

“Bang! Itu buat Hasa!” Tegur Naresh.

Masih sibuk mengunyah, Arsen hanya menatap Naresh tajam. Hal itu membuat Rafa dan Adam menegur Arsen agar tidak menatap dengan tatapan seperti itu.

Beberapa detik kemudian, Arsen menelan pizza dalam mulutnya, sebelum akhirnya menenggak cola dan membuka suara.

“Lo beneran kembar sama Hasa atau engga sih, Resh? Hal kecil aja lo ngga tau?” tanya Arsen.

Naresh mengeryit, “Ya beneran kembar lah! Abang gimana sih?!”

“Kalau beneran kembar, harusnya lo tau kalau Hasa alergi keju!” Ungkap Arsen.

Naresh, Rafa, Adam, serta Hasa sendiri terkejut mendengar ungkapan Arsen. Mereka menatap Arsen dengan raut wajah terkejut sebelum akhirnya menatap Hasa.

“Eung...ㅡ”

“Lo semua emang ngga inget apa gimana sih? Katanya saudara? Kakak? Adek lo ada alergi ngga ada yang inget?” ketus Arsen lagi.

“Abang…?” gumam Hasa.

“Lo juga!” Arsen menatap Hasa tajam, “Kalau lo ngga bisa makan sesuatu karena alergi itu bilang. Kalau lo ngga bilang, gue atau mereka ngga akan tau. Karena mereka ngga sepeduli itu.”

Brakk

Sebuah gebrakan di meja terdengar begitu kencang. Pelakunya adalah Rafa. Ya, siapa lagi kalau bukan anak kedua yang tingkat emosionalnya tinggi.

“Maksud lo apa ngomong kayak gitu, Sen?” bentak Rafa.

“Kenapa? Lo ngga suka? Bukannya emang lo ngga peduli?” tantang Arsen.

“Brengsek!”

Rafa menarik kerah baju Arsen dan hampir melayangkan sebuah pukulan pada adiknya itu. Untung saja Adam bergerak cepat untuk menahan Rafa yang tengah dipuncak emosi.

“Tarik kata-kata lo mengenai kami ngga peduli sama Hasa, Arsen!!” Kata Rafa lagi.

“Tapi nyatanya kalian emang ngga peduli itu, 'kan?” balas Arsen.

“SIALAN!!” Rafa kembali maju, namun ditarik Adam hingga terduduk di atas sofa.

“RAFA, UDAH!!” Bentak Adam di hadapan keempat adiknya, “Ngga usah pakai kekerasan.” Ucapnya lagi.

“Anak ini kurang ajar, Mas! Dia harus dikasih pelㅡ”

“Tapi ngga perlu main tangan, Rafa! Bicara baik-baik, selesain dengan kepala dingin. Jangan kayak gini!” Tegas Adam.

Diantara ketiga kakak yang tengah tersulit emosi, 2 bungsu Giantama kini tengah saling menggenggam tangan. Tepatnya, Hasa menggenggam tangan Naresh yang gemetar dan berkeringat.

Melihat Naresh yang memucat, Hasa menarik kembarannya untuk menjauh dan kini mereka masuk ke dalam kamar sang sulung yang cukup jauh dari ruang tengah.

Kembali pada ketiga kakak, Adam mengusak wajahnya kasar dan kemudian menatap Arsen.

“Sen, lo bisa 'kan kalau kasih tau sesuatu itu pakai bahasa yang baik? Jangan nyindir kayak tadi.” Tegur Adam.

“Bahasa yang baik gimana, Mas? Gue bicara fakta, lo sama Kak Rafa ngga sepeduli itu sama Hasa.” Respon Arsen enteng.

“Oh, gue paham, lo bilang begitu biar seakan lo nampak paling peduli?” sulut Rafa.

Arsen menggeleng, “Ada kalanya gue harus peduli dan engga, Kak. Kayak selama ini apa gue peduli sama kembar kayak yang kalian lakuin? Engga. Gue tunjukin ke mereka? Iya. Tapi bedanya, ketika kalian peduli, kalian cuma nunjukin dan memberlakukan itu ke Naresh doang, ngga berlaku buat Hasa.”

”...”

“Pernah ngga kalian tanya Hasa mau makan apa? Pernah kalian tanya Hasa sakit atau engga? Pernah kalian tanya gimana perasaan dia selama ini? Engga, 'kan? Kalian cuma ngelakuin ke Naresh. Karena buat kalian, Hasa ngga sepenting itu.” Ucap Arsen.

“Lo ngga ngerti, Arsen. Naresh ituㅡ”

“Beda sama Hasa, Mas? Iya? Gue tau. Tau banget! Naresh dari kecil udah sakit-sakitan, harus butuh perhatian khusus, sementara Hasa… Oh shit! Pasti kalian lupa kalau Hasa turunan Ayah persis, 'kan?” Arsen menatap Adam dan Rafa secara bergantian.

Namun beberapa detik kemudian, Arsen memilih untuk kembali ke kamarnya yang ada di sebelah ruang tengah.

“Lo pada inget-inget lagi deh tentang Hasa.” Ucapnya sebelum menutup pintu.

Sementara Adam dan Rafa hanya diam di tempat. Rasanya, mereka baru saja mendapat tamparan yang begitu keras.

“Adam, sumpah lo bukan kakak yang baik.”


@makaroon99