That Night

Kaki yang terbalut sendal berbulu itu melangkah menuju tempat yang hanya berjarak sekitar 6 meter dari tempatnya berasal.

Kurang dari 30 detik, langkah itu berhenti di bawah bangunan tanpa lampu depan yang menerangi. Tangan kurus sang empunya terangkat, menekan bel yang tersembunyi di balik tanaman yang diletakkan di dinding samping pintu.

Tidak lama, sang pemilik rumah membuka pintu.

“Ada apa, Ann?” tanya orang itu. Hegar.

Dengan raut wajah kesal dan merah, Anna mendorong dada Hegar. Tidak kencang, tapi tetap saja membuat laki-laki itu terkejut karena perlakuan si gadis yang tiba-tiba.

“Kenapa lo ngga bilang sih, Gar?!” Tanya Anna.

“Bilang apa?”

“Bunda sama Papa lo! Kenapa ngga bilang kalau cinta pertama Papa lo itu Bunda? Kenapa ngga bilang kalau wanita malang yang dipermainkan sama orangtuanya Fey itu Bunda?” marah Anna sambil memukul lengan Hegar.

“Hei, sabar dulu, Anna.” Hegar menahan tangan Anna.

“Gimana gue mau sabar kalau ternyata selama ini BundaㅡB-bunda ngerasain hal sepahit itu? Huaaa….” Air mata Anna kembali tumpah mengingat kisah masa lalu yang menyakitkan itu.

“Ssttt, iya, maaf. Maaf, gue salah ngga cerita.” Ucap Hegar pelan.

Tiba-tiba kepala Anna terantuk ke dada Hegar, tapi laki-laki itu hanya diam.

“Hiks… kenapa Bunda yang baik gitu dijahatin? Huaaa… Bunda gue, Hegar….” Isak Anna.

Tangan Hegar terangkat menyentuh punggung Anna, lalu mengusapnya pelan. Hingga ia sendiri tidak sadar kalau usapan itu membuat keduanya menjadi tidak berjarak.

“B-berarti kalau gitu Papa lo sama Bunda gue, hiks… eungg… Papa lo sama Bunda nantinya nikah, dong? Hnggg….” Ucap Anna sambil menangis sesegukkan hingga membuat Hegar menghentikan usapannya.

“Emang kenapa kalau mereka nikah?” tanya Hegar.

Anna menarik kepalanya sedikit, namun ia kembali menempelkannya pada dada Hegar, “N-nanti kita jadi adik-kakak?”

“Kenapa emangnya, hm?”

“Hngg… ng-ngga apa-apa.” Jawab Anna.

Tadinya Hegar ingin mememberi jarak kembali dengan Anna, namun tangan gadis itu mencengkram kedua sisi kaosnya sehingga ia tidak bisa bergerak.

“Anna?” panggilnya pelan.

“Eung?”

Hegar hanya menghela napas, mengurungkan niatnya untuk bicara pada Anna.

“Gar?” kini gantian Anna yang memanggil laki-laki itu.

“Iya?”

“B-boleh lepas baju lo ngga?” tanya Anna masih dengan posisinya.

“Hah?”

“Boleh, ya?”

“Mau ngapain?”

“Gar, please?”

“O-oke, tapi lo-nya awas dulㅡANN??”

Siapa sangka bahwa Anna tiba-tiba menarik kaos Hegar ke atas dengan sangat kencang dan cepat. Setelah berhasil melepas kaos itu, Anna langsung berlari menuju rumahnya tanpa sepatah-katapun.

Sementara Hegar yang sudah tidak memakai atasan masih menatap heran dengan apa yang dilakukan gadis itu.

Yang ia rasakan saat ini adalah seperti baru saja dirampok.


@makaroon99