That Night pt. 2

Rasanya, Anna enggan beranjak, ia tidak mau pulang. Anna tidak siap jika harus bertemu dengan calon Ayah sekaligus calon saudara tirinya. Ia menangis.

“Shevanna?”

Gadis itu mengangkat kepalanya tatkala mendengar suara seseorang memanggilnya.

“Kok lo di sini? Pasti disuruh Bunda, ya?” tanya Anna pada sosok itu.

“Ngapain nangis?” sosok itu duduk di sebelah Anna.

“Ih, pertanyaan gue ngga dijawab!” Kesalnya.

“Ngga penting, Anna.”

Anna diam tidak menyauti orang itu. Bahkan sampai beberapa menit ke depan, keduanya masih saling diam.

“Lo kenapa ngga izinin Bunda?” tanya orang itu.

“Jangan bahas itu dulu, Hegar.” Ya, orang yang ada di sebelah Anna saat ini adalah Hegar.

“Harusnya dibahas karena itu masalah yang lagi lo hadapi.” Balas Hegar.

Anna hanya menghembuskan napas kasarnya lalu kembali menutup mulut.

“Lo suka sama gue, ya?” terka Hegar.

Gadis itu melotot menatap Hegar, “Apa-apaan?!”

“Terus apa alasan lo sampai nolak punya Ayah dan saudara tiri?”

“Ngga tau.”

“Lo suka sama gue, 'kan?”

“Apa sih? Kok lo pede banget?”

“Kalau gitu kasih gue alasannya, Anna.”

”...”

“Ngga ada alasan yang masuk akal selain lo suka sama gue, makanya lo ngga mau orangtua kita nikah. Bener ngga?”

“Sejak kapan lo jadi banyak omong?”

“Hehehe.” Kekeh Hegar, “Gue juga kok.”

“Gar?! Kita tuh bakal jadi saudara!” Pekik Anna yang sempat ngeblank beberapa saat.

“Ternyata bener 'kan lo suka gue.”

Anna memicingkan matanya pada Hegar, “Licik banget!” Protes Anna.

Hegar tersenyum kecil, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Anna. Laki-laki itu menatap Anna dalam dengan jarak hanya 10 cm saja.

Anna menahan napas tatkala Hegar melakukan hal itu, ia juga kembali membalas tatapan Hegar.

“Napas.” Ujar Hegar.

“H-hmm?”

“Lo mau mati nahan napas selama itu?”

Anna menggeleng pelan.

“Gue mau bilang, cinta pertama belum tentu akan jadi cinta terakhir.” Ucap Hegar lembut.

“Uhm?” Anna menaikkan kedua alisnya.

Chup

Kini mata Anna terbuka lebar ketika sebuah kecupan berhasil mendarat di keningnya. Ya, di kening saja, jangan di tempat yang lain.

“Sedekat dan sesayang apapun mereka, kalau Tuhan tidak menakdirkan mereka untuk berjodoh, ya ngga akan terjadi.”

Anna hanya mengerjap, masih dengan posisinya.

“Papa sama Bunda di masa lalu memang saling cinta, Papa sekarang juga masih cinta sama Bunda, namun cintanya Bunda udah untuk orang lain. Sejak awal, Tuhan menyatukan mereka hanya untuk menjadikan keduanya manusia yang kuat, tapi tidak menakdirkan mereka untuk berjodoh.”

“Jadi maksudnya, Bunda bukan akan nikah sama Papa lo?”

Hegar menjauhkan wajahnya, ia tersenyum sedikit lebih lebar, kemudian tangannya mengusak kepala Anna.

“Bukan, Shevanna.” Gemas Hegar lalu ia berdiri.

Anna hanya bisa memperhatikan Hegar karena tidak bisa berkata apa-apa. Ia sedikit malu karena ternyata ia salah paham.

Tangan Hegar kini meraih tangan Anna, “Ayo gue anter pulang, lo harus ketemu calon Ayah dan saudara tiri lo.”

“T-tapi...ㅡ”

“Ayo, Shevanna.” Hegar kini benar-benar menarik Anna hingga keduanya pergi meninggalkan tempat itu.


Hegar turun dari motor Anna terlebih dahulu usai menyetandari di depan rumah. Anna yang duduk di belakang masih diam, matanya fokus pada mobil yang terparkir di depannya.

“Udah sana masuk!” Titah Hegar.

Anna melirik, “Lo ngga ikut?”

“Buat apa? Ini acara keluarga lo, Anna.”

Gadis itu menghela napas, lalu turun dari motor. Ia melepas helm, kemudian pamit pergi ke dalam pada Hegar sementara laki-laki itu masih diam di tempat.

Langkah gadis beralih memasuki pekarangan rumahnya, menaiki tangga dan kemudian disambut oleh sang Bunda.

“Anak Bunda,” sapa Bunda dengan senyumannya.

“Bunda…” Gumam Anna.

“Ayo masuk, sayang.” Bunda merangkul Anna masuk ke dalam, tepatnya ke ruang makan.

Kaki gadis itu seketika terhenti tatkala melihat seorang pria duduk di kursi meja makan, tersenyum padanya.

“Anna sudah pulang?” sapa pria itu.

Anna membuka mulutnya, “Om Jeffan?!?!”


@makaroon99