Azkia dan Rey sudah sampai di kediaman Naufal. Rumah yang ditempati sahabatnya itu bersama mendiang istrinya setelah menikah.
Ia bertemu dengan Papi Naufal, yang kebetulan baru dari luar membeli bahan makanan untuk makan malam.
Baby Galen menangis begitu masuk ke dalam, matanya terus menatap ke langit-langit, tangannya juga tampak menggapai ke atas seakan di sana ada seseorang yang ingin menggendongnya.
Laki-laki bertubuh kurus itu masih duduk bersandar di atas ranjang di kamar rawat inapnya. Matanya menatap ke televisi yang menyala, namun tidak dengan pikirannya.
Mama dan Papanya ada di sana, tengah makan siang sambil sesekali berbincang pelan. Azka tidak tuli jika orangtuanya berbincang membawa namanya, tapi ia memilih untuk diam guna menetralkan amarah yang masih melanda.
Thalia dan Niko saat ini sudah berada di kafe depan kampus. Mereka mengambil tempat di lantai 2, duduk lesehan beralaskan karpet yang cukup tebal.
“Kakak ngga pesan makanan atau minuman?” tanya Thalia setelah sadar bahwa yang ada di meja hanya makanan dan minuman miliknya saja. Padahal itu semua Niko yang bayar.
Hegar keluar kelas pertama pukul 09.45 pagi bersama Anna. Kebetulan dosen di mata kuliah kedua di jam 10 mereka tidak hadir. Keduanya pun memutuskan untuk turun.
“Ann, gue ke toilet dulu.” Ucap Hegar.
“Oke, gue mau samperin Varo, ya.”
Hegar mengangguk, kemudian ia berpencar dengan Anna yang berjalan ke arah lain.
Setelah selesai dengan urusannya, Hegar bertemu dengan seorang dosen muda yang terkenal menyebalkan.
Kaki yang terbalut sendal berbulu itu melangkah menuju tempat yang hanya berjarak sekitar 6 meter dari tempatnya berasal.
Kurang dari 30 detik, langkah itu berhenti di bawah bangunan tanpa lampu depan yang menerangi. Tangan kurus sang empunya terangkat, menekan bel yang tersembunyi di balik tanaman yang diletakkan di dinding samping pintu.
Kini Anna duduk di kursi teras rumahnya bersama Hegar. Keduanya nampak canggung, tidak seperti biasanya. Sebenarnya, Hegar sudah ingin membuka suara, tapi Anna masih nampak terlihat tidak nyaman.
“Ann, gue udah boleh jelasin?” tanya Hegar.
Anna melirik Hegar lalu menggedikkan bahunya. Hegar kembali diam hingga beberapa saat, sampai ia sendiri yang tidak sabar untuk menjelaskan semuanya pada Anna.
Merasa ada yang ganjil ketika Fey menghubunginya tadi, Anna dengan cepat langsung menelepon gadis itu balik. Ia ingin memastikan apa yang tadi Fey bicarakan tidak salah.
Cukup lama ia menunggu, akhirnya ia mendapat jawaban dari Fey. Dengan cepat, Anna langsung memesan ojek online untuk pergi ke rumah sakit di mana Fey dan Varo dibawa.